BAB VI
Etika Dalam Auditing
Pada masa sekarang ini, etika sangat diperlukan setiap orang
dalam berperilaku. Dalam berbagai hal etika sangat dijunjung tinggi oleh
kebanyakan orang. Etika dianggap sebagai sesutu yang bernilai tinggi dalam
kehidupan sehari-hari begitu juga dalam proses auditing. Saat melakukan proses
auditing, seorang auditor dituntut untuk bisa bekerja dan bertindak secara
profesional sesuai dengan etika dan aturan yang ada. Etika dan aturan yang
harus ditaati seorang auditor telah ditetapkan oleh pasar modal dan Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Keputusan yang nantinya diambil oleh seorang
auditor sangat berpengaruh kepada publik dan para pengguna keputusan. Untuk itu
seorang auditor diharapkan dapat melaksanakan etika dalam auditing yang
dilakukan.
Etika dalam audit dapat diartikan sebagai suatu prinsip yang
dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen untuk melakukan suatu
proses yang sistematis dalam proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti
secara objektif tentang informasi yang dapat diukur mengenai asersi-asersi
suatu entitas ekonomi, dengan tujuan untuk menentukan dan metepkan derajat
kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta melaporkan kesesuaian informasi
tersebut kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Auditor harus bertanggung
jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit dengan tujuan untuk memperoleh
keyakinan memadai mengenai apakah laporan keuangan bebas dari salah saji
material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
1.
Kepercayaan Publik
Profesi seorang akuntan memegang peranan penting di
masyarakat. Hal ini menyebabkan ketergantungan dari tanggung jawab seorang
akuntan terhadap kepentingan publik, dimana kepentingan publik tersebut
merupakan kepentingan masyarakat umum dan institusi yang pelayanannya dilakukan
secara menyeluruh. Ketergantungan ini berhubungan dengan sikap dan tingkah laku
akuntan dalam melakukan pelayanan jasanya kepada publik yang berpengaruh pada
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepercayaan masyarakat umum sebagai pengguna jasa
audit atas independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik.
Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi
auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun
disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap
dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen,
auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap
kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan
manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang
dimiliki oleh auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan
mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada
organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka
sendiri dimana akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk
menjaga integritas dan obyektivitas mereka.
2.
Tanggung Jawab Auditor Kepada Publik
Profesi akuntan di dalam masyarakat memiliki peranan yang
sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan
menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan.
Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan tanggung jawab akuntan
terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik diungkapkan, akuntan tidak hanya
memiliki tanggung jawab terhadap klien yang membayarnya saja, akan tetapi
memiliki tanggung jawab juga terhadap publik. Kepentingan publik didefinisikan
sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani secara keseluruhan.
Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan
integritas, obyektifitas, keseksamaan profesionalisme, dan kepentingan untuk
melayani publik. Para akuntan diharapkan memberikan jasa yang berkualitas,
mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan
tingkat profesionalisme yang tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan
inilah seorang akuntan harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.
Justice Buger mengungkapkan bahwa akuntan publik yang
independen dalam memberikan laporan penilaian mengenai laporan keuangan
perusahaan memandang bahwa tanggung jawab kepada publik itu melampaui hubungan
antara auditor dengan kliennya. Akuntan publik yang independen memiliki fungsi
yang berbeda, tidak hanya patuh terhadap para kreditur dan pemegang saham saja,
akan tetapi berfungsi sebagai ”a public watchdog function”. Dalam menjalankan
fungsi tersebut seorang akuntan harus mempertahankan independensinya secara
keseluruhan di setiap waktu dan memenuhi kesetiaan terhadap kepentingan publik.
Hal ini membuat konflik kepentingan antara klien dan publik mengenai konfil loyalitas
auditor.
Hal serupa juga diungkapan oleh Baker dan Hayes, bahwa
seorang akuntan publik diharapkan memberikan pelayanan yang profesional dengan
cara yang berbeda untuk mendapatkan keuntungan dari contractual arragment
antara akuntan publik dan klien.
Ketika auditor menerima penugasan audit terhadap sebuah
perusahaan, hal ini membuat konsequensi terhadap auditor untuk bertanggung
jawab kepada publik. Penugasan untuk melaporkan kepada publik mengenai
kewajaran dalam gambaran laporan keuangan dan pengoperasian perusahaan untuk
waktu tertentu memberikan ”fiduciary responsibility” kepada auditor untuk
melindungi kepentingan publik dan sikap independen dari klien yang digunakan
sebagai dasar dalam menjaga kepercayaan dari publik.
3.
Tanggung Jawab Dasar Auditor
The Auditing Practice Committee, yang merupakan cikal
bakal dari Auditing Practices Board, di tahun 1980, memberikan ringkasan
(summary) tanggung jawab auditor :
a Perencanaan, Pengendalian, dan
Pencatatan
Auditor perlu merencanakan, mengendalikan, dan mencatat
pekerjaannya.
b Sistem Akuntansi
Auditor harus dapat mengetahui dengan pasti bagaimana sistem
pencatatan dan pemrosesan transaksi dan memiliki kecukupannya sebagai dasar
penyusunan laporan keuangan.
c Bukti Audit
Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan
reliable untuk dapat memberikan kesimpulan rasional.
d. Pengendalian Intern
Apabila auditor berharap untuk
menempatkan kepercayaan kepada pengendalian internal, maka hendaknya harus
dapat memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance
test.
e
Meninjau Ulang Laporan Keuangan yang
Relevan
Auditor dapat melaksanakan tinjauan
ulang mengenai laporan keuangan yang relevan dengan seperlunya, dalam
hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan bahan bukti audit lain
yang didapatkan dan untuk memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan
keuangan.
4.
Independensi Auditor
Independensi adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi dan
Puradireja, 2002: 26). Auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak
mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum
(dibedakan di dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern). Tiga aspek
independensi seorang auditor, yaitu sebagai berikut :
a) Independensi dalam Fakta
(Independence in fact) : Artinya auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi,
keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
b) Independensi dalam Penampilan (Independence
in appearance) : Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan
dengan pelaksanaan audit.
c) Independensi dari sudut Keahliannya
(Independence in competence) : Independensi dari sudut pandang keahlian terkait
erat dengan kecakapan profesional auditor.
Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen
pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua
hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus
kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk
menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan
tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun
menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah
dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia. Standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Indonesia
mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan
jika ada, menunjukkan adanya ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi
dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
5.
Peraturan Pasar Modal dan Regulator
Mengenai Independensi Akuntan Publik
Pada tanggal 28 Februari 2011, Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) telah menerbitkan peraturan yang mengatur
mengenai independensi akuntan yang memberikan jasa di pasar modal, yaitu dengan
berdasarkan Peraturan Nomor VIII.A.2 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK
Nomor : Kep-86/BL/2011 tentang Independensi Akuntan Yang Memberikan Jasa di
Pasar Modal.
Seperti yang disiarkan dalam Press Release Bapepam LK pada
tanggal 28 Februari 2011, Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut merupakan
penyempurnaan atas peraturan yang telah ada sebelumnya dan bertujuan untuk
memberikan kemudahan bagi Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam
memberikan jasa profesional sesuai bidang tugasnya.
Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam
antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit Di Pasar
Modal.
1.
Dalam Peraturan ini yang dimaksud
dengan:
1) Periode Audit adalah periode yang
mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek audit, review, atau
atestasi lainnya.
2) Periode Penugasan Profesional adalah
periode penugasan untuk melakukan pekerjaan atestasi termasuk menyiapkan
laporan kepada Bapepam dan LK.
3) Anggota Keluarga Dekat adalah istri
atau suami, orang tua, anak baik di dalam maupun di luar tanggungan, dan
saudara kandung.
4) Fee Kontinjen adalah fee yang
ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional yang hanya akan dibebankan
apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan
atau hasil tertentu tersebut.
5) Orang Dalam Kantor Akuntan Publik
adalah:
1)
orang yang termasuk dalam penugasan
audit, review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi yaitu: rekan, pimpinan,
karyawan profesional; dan/atau, penelaah, yang terlibat dalam penugasan.
2)
orang yang termasuk dalam rantai
pelaksana/perintah yaitu pimpinan Kantor Akuntan Publik dan semua orang yang:
a)
mengawasi atau mempunyai tanggung
jawab manajemen secara langsung terhadap audit;
b)
mengevaluasi kinerja atau merekomendasikan
kompensasi bagi rekan dalam penugasan audit; atau
c)
menyediakan pengendalian mutu atau
pengawasan lain atas audit.
3)
setiap rekan lainnya, pimpinan, atau
karyawan profesional lainnya dari Kantor Akuntan Publik dan afiliasi dari
Kantor Akuntan Publik yang telah memberikan jasa-jasa audit, review, atestasi
lainnya, dan/atau non atestasi kepada klien.
4)
Karyawan Kunci adalah orang
perseorangan yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan,
memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan manajer dari perusahaan.
2.
Jangka waktu Periode Penugasan
Profesional
1) Periode Penugasan Profesional
dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan penugasan,
mana yang lebih dahulu.
2) Periode Penugasan Profesional
berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis
oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam dan LK bahwa penugasan telah selesai,
mana yang lebih dahulu.
3.
Dalam memberikan jasa profesional,
khususnya dalam memberikan opini, Akuntan wajib mempertahankan sikap
independen. Akuntan tidak independen apabila selama Periode Audit dan selama
Periode Penugasan Profesionalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik, maupun
Orang Dalam Kantor Akuntan Publik:
1) mempunyai kepentingan keuangan
langsung atau tidak langsung yang material pada klien, seperti:
a. investasi pada klien; atau
b. kepentingan keuangan lain pada klien
yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
2) mempunyai hubungan pekerjaan dengan
klien, seperti:
a. merangkap sebagai Karyawan Kunci
pada klien;
b. memiliki Anggota Keluarga Dekat yang
bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi atau keuangan;
c. mempunyai mantan rekan atau karyawan
profesional dari Kantor Akuntan Publik yang bekerja pada klien sebagai Karyawan
Kunci dalam bidang akuntansi atau keuangan, kecuali setelah lebih dari satu
tahun tidak bekerja lagi pada Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan; atau
d. mempunyai rekan atau karyawan
profesional dari Kantor Akuntan Publik yang sebelumnya pernah bekerja pada
klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi atau keuangan, kecuali yang
bersangkutan tidak ikut melaksanakan audit terhadap klien tersebut dalam
Periode Audit.
3) mempunyai hubungan usaha secara
langsung atau tidak langsung yang material dengan klien, atau dengan Karyawan
Kunci yang bekerja pada klien, atau dengan pemegang saham utama klien. Hubungan
usaha dalam butir ini tidak termasuk hubungan usaha dalam hal Akuntan, Kantor
Akuntan Publik, atau Orang Dalam Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit,
review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi kepada klien, atau merupakan
konsumen dari produk barang atau jasa klien dalam rangka menunjang kegiatan
rutin.
4) memberikan jasa non atestasi kepada
klien seperti:
a. pembukuan atau jasa lain yang
berhubungan dengan catatan akuntansi klien atau laporan keuangan;
b. desain sistem informasi keuangan dan
implementasi;
c.
audit internal;
d. konsultasi manajemen;
e. konsultasi sumber daya manusia;
f. penasihat keuangan;
g. jasa perpajakan, kecuali telah
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Komite Audit.
h. jasa-jasa lain yang dapat
menimbulkan benturan kepentingan.
5) memberikan jasa atau produk kepada
klien dengan dasar Fee Kontinjen atau komisi, atau menerima Fee Kontinjen atau
komisi dari klien, kecuali Fee Kontinjen ditetapkan oleh pengadilan sebagai
hasil penyelesaian hukum, temuan badan pengatur dan/atau perpajakan.
6) memiliki sengketa hukum dengan
klien.
4.
Persetujuan atas jasa non atestasi
sebagaimana yang dimaksud dalam angka 3 huruf d butir 7) wajib diungkapkan pada
laporan berkala kegiatan Akuntan sebagaimana diatur dalam Peraturan Nomor
X.J.2.
5.
Sistem Pengendalian Mutu
Kantor Akuntan Publik wajib mempunyai sistem pengendalian
mutu dengan tingkat keyakinan yang memadai bahwa Kantor Akuntan Publik atau
karyawannya dapat menjaga sikap independen dengan mempertimbangkan ukuran dan
sifat praktik dari Kantor Akuntan Publik tersebut.
6.
Pembatasan Penugasan Audit
1) Pemberian jasa audit umum atas
laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling
lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan paling lama
untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
2) Kantor Akuntan Publik dan Akuntan
dapat menerima penugasan audit kembali untuk klien tersebut setelah satu tahun
buku tidak mengaudit klien tersebut.
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b tidak berlaku bagi laporan keuangan interim yang diaudit
untuk kepentingan Penawaran Umum.
4) Kantor Akuntan Publik yang
memberikan jasa di Pasar Modal yang melakukan perubahan komposisi Akuntan
sehingga jumlah Akuntannya 50% (lima puluh perseratus) atau lebih berasal dari
Kantor Akuntan Publik yang telah memberikan jasa di Pasar Modal, diberlakukan
sebagai kelanjutan Kantor Akuntan Publik asal Akuntan yang bersangkutan dan
tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit atas laporan keuangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
5) Dalam penerimaan penugasan
profesional, Akuntan wajib mempertimbangkan secara profesional dan memiliki
independensi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP).
6) Dengan tidak mengurangi berlakunya
ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam dan LK dapat mengenakan sanksi
terhadap setiap pelanggaran ketentuan Peraturan ini, termasuk kepada Pihak yang
menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.
Referensi
:
AICPI,
Code of Professional Conduct
Aturan Etika IAI Kompartemen-Kompartemen diluar IAI KA
Bertens,
K. (2000). Pengantar Etika Bisnis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
IAI Kode Etik Akuntan Indonesia Prosiding Kongres VIII IAI,
1998
IAI KAP Aturan Etika Profesi Akuntan Publik
IFAC Ethics Committee, IFAC Coe of Ethics for
Professional Accountants, International Federation of Accountants
Ketut Rinjin, “Etika Bisnis dan Implementasinya”,
Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2004
Northcott, Paul H, “Ethics and the Accountant”: Case
Studies, Prentice Hall of Astralia, 1994 atau Edisi Revisi
Sony Keraf. Etika Bisnis: “Tuntutan dan Relevansinya”,
Kanisius, 1998 atau terbaru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar