BAB III ETIKA PROFESI AKUNTANSI
III.
Ethical Governance
1. Governance System
Istilah system
pemerintahan adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem” dan “pemerintah”.
Berarti system secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang
memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari
keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara
bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan
mempengaruhi keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman
bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan Negara dan
kepentingan Negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah berarti
system pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembagan egara dalam
melaksanakan kekuasaan Negara untuk kepentingan Negara itu sendiri dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan system
adalah system pemerintahan Negara dan administrasi hubungan antara lembaga
Negara dalam rangka administrasi negara.
Sesuai dengan kondisi
negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi :
·
Presidensial merupakan
sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui
pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
·
Parlementer merupakan
sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam
pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat
memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap
jalannya pemerintahan.
·
Komunis adalah paham
yang merupakan sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis
yang merupakan cara berpikir masyarakat liberal.
·
Demokrasi liberal
merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu
dari kekuasaan pemerintah liberal merupakan sebuah ideologi, pandangan
filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan
dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Sistem pemerintahan
mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di
beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan
yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan
mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika
suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal
itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk
memprotes hal tersebut.
2. Budaya Etika
Pendapat umum dalam
bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara
CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis,
maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya.
Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya
etika.
Bagaimana budaya etika
diterapkan? Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya
menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua
pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis yaitu:
·
Menetapkan credo
perusahaan. Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang
ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan
organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
·
Menetapkan program etika. Suatu
sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan
pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi
pegawai baru dan audit etika.
·
Menetapkan kode etik
perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing.
Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.
3. Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Membangun entitas
korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip
moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam
entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para
pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri
para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati
nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang
beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi
juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
4. Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Code of Conduct adalah
pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika
Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi
individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi
dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku
korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut:
·
Sosialisasi dan Workshop.
Kegiatan sosialisasi
terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh
karyawan mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur
kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah
didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
·
Melakukan evaluasi tahap
awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good
Corporate Governance disusun dengan bimbingan.
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut:
·
Code of Corporate
Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar
organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
·
Code of Conduct (Pedoman
Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis
antara Perusahaan dengan Karyawannya.
·
Board Manual, Panduan
bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban,
Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi
serta panduan Operasional Best Practice.
·
Sistim Manajemen Risiko,
mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
·
An Auditing Committee
Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing Committee
along with its Scope of Work.
·
Piagam Komite Audit,
mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup
Tugas.
5. Evaluasi Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi terhadap kode
perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi tahap awal (Diagnostic
Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance
disusun dengan bimbingan
Referensi:
AICPI, Code of
Professional Conduct
Aturan Etika IAI
Kompartemen-Kompartemen diluar IAI KA
Brooks, Leonard J., “Business & Professional Ethics for Accountants”, South
Western College Publishing, 2012 Edisi Terbaru
Duska, Ronald F. and
Brenda Shay Duska, “Accounting Ethics”, Blackwell
Publishing, 2003
Francis, Ronald D., “Ethics & Corporate Governance”, an Australian
Handbook, UNSW Press, 2000
IAI Kode Etik Akuntan
Indonesia Prosiding Kongres VIII IAI, 1998
IAI KAP Aturan Etika
Profesi Akuntan Publik
IFAC Ethics Committee, IFAC Coe of Ethics for Professional Accountants,
International Federation of Accountants
Ketut Rinjin, “Etika Bisnis dan Implementasinya”, Gramedia Pustaka
Utama Jakarta 2004
Northcott, Paul H, “Ethics and the Accountant”: Case Studies, Prentice Hall
of Astralia, 1994 atau Edisi Revisi
Sony Keraf. Etika Bisnis: “Tuntutan dan Relevansinya”, Kanisius, 1998 atau
terbaru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar